Cerita Abdurrahman bin Auf (bagian 1)
Cerita islami,
yaitu mengenai kisah sabat nabi yang bernama Abdurrahman bin Auf,
beliau merupakan sahabat yang nabi yang kaya raya atau hartawan namun
sangat dermawan. Bagaimana kah kisah lika liku salah satu sahabat nabi
ini, simak cerita Cerita Abdurrahman bin Auf lengkap di bawah ini.
Cerita Abdurrahman bin Auf sang kaya dermawan
Pada
masa jahiliah, namanya adalah Abdu Amr. Dia berasal dari Bani Zuhrah
dan merupakan saudara sepupu Sa’ad bin Abi Waqqas. Dia juga memiliki
hubungan kerabat dengan Usman bin Affan, karena istrinya adalah anak
perempuan dari Urwa binti Kariz (ibu Usman) dengan suami keduanya. Nama
Abdu Amr baru diganti menjadi Abdurrahman bin Auf setelah kesilamannya.
Nama tersebut merupakan pemberian Rasulullah saw. yang menegaskan
identitasnya sebagai seorang mukmin.
Abdurrahman bin Auf
masuk lslam pada awal misi kerasulan, yaitu sebelum Rasulullah saw.
melakukan pembinaan di rumah Arqam bin Abil Arqam. Keislamannya ini
kira-kira dua hari setelah Abu Bakar masuk lslam. Semenjak keislamannya
sampai berpulang menemui Tuhannya dalam umur 75 tahun, Abdurrahman bin
Auf menjadi teladan yang cemerlang sebagai seorang mukmin yang
mengagumkan. lnilah yang menyebabkan Nabi saw. memasukkannya ke dalam
sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Seperti
halnya para sahabat lain yang pertama-tama masuk lslam, Abdurrahman bin
Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan kaum kafir Quraisy. Namun,
dia tetap sabar dan pendiriannya senantiasa teguh. Saat kaum kafir
Quraisy menekan dan menyiksa kaum muslimin, dia ada bersama Rasulullah
dan para sahabat lain yang setia. Meski penderitaan fisik menderanya,
imannya tidak tergoyahkan. Dia tetap memegang teguh akidah yang dia
yakini kebenarannya dan setia mendampingi Rasulullah sebagai
junjungannya.
Saat
turun perintah hijrah ke Madinah, dan Rasulullah memerintahkan para
sahabatnya untuk berhijrah, Abdurrahman bin Auf juga berada di barisan
terdepan dari kelompok Muhajirin. Dia bersemangat hijrah karena
terdorong untuk menyelamatkan akidah lslamnya. Dia berhijrah dengan
berbekal keimanan yang teguh kepada Allah dan kepercayaan yang kuat
kepada Rasul-Nya. Sesampainya di Madinah, hal pertama yang dilakukan
Rasulullah adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar.
Saat itu, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan seorang penduduk
Madinah yang terkenal kaya dan pemurah. Nama sahabat Anshar itu Sa’ad
bin Rabi’. Konglomerat Madinah yang dermawan itu sempat menawarinya
harta dan istri, tetapi Abdurrahman bin Auf menolak dengan halus.
‘Aku
punya banyak harta dan dua orang istri. Ambillah separo hartaku, dan
pilihlah salah satu istriku yang menurutmu paling cantik. Aku akan
menceraikannya agar kau dapat memperistrinya,” kata 5a’ad.
“Tidak, terima kasih. Tolong tunjukkan saja kepadaku di mana letak pasar di sini.” Jawab Abdurrahman.
Abdurrahman memang seorang pengusaha. Bakat dasarnya adalah berdagang, dan itu sudah dilakoninya sejak di Mekah. Maka tak heran bila dia hanya meminta Sa’ad menunjukkan kepadanya di mana pasar Madinah berada. Dengan senang hati, Sa’ad pun menunjukkan pasar Madinah kepada Abdurrahman. Selain itu, Sa’ad juga menyampaikan hal-hal penting yang menurutnya berguna sebagai bekal bagi Abdurrahman dalam memulai usahanya di Madinah.
“Tidak, terima kasih. Tolong tunjukkan saja kepadaku di mana letak pasar di sini.” Jawab Abdurrahman.
Abdurrahman memang seorang pengusaha. Bakat dasarnya adalah berdagang, dan itu sudah dilakoninya sejak di Mekah. Maka tak heran bila dia hanya meminta Sa’ad menunjukkan kepadanya di mana pasar Madinah berada. Dengan senang hati, Sa’ad pun menunjukkan pasar Madinah kepada Abdurrahman. Selain itu, Sa’ad juga menyampaikan hal-hal penting yang menurutnya berguna sebagai bekal bagi Abdurrahman dalam memulai usahanya di Madinah.
“Saya hendak menikah, wahai Rasulullah.”
“Apa mahar yang akan kamu berikan kepada istrimu?” Tanya Rasulullah.
“Emas seberat biji kurma.”
“Adakan kenduri, walau hanya dengan menyembelih seekor kambing- Semoga
Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu.” Sabda Rasulullah,
“Sejak itu dunia seakan datang kepadaku. Hidupku makmur dan bahagia, hingga seandainya aku angkat sebuah batu, maka di bawahnya kudapati emas dan perak,” ungkap Abdurrahman.
Memang begitulah kejadiannya. Abdurrahman selalu saja memperoleh untung dalam berdagang. Barang apa pun, bahkan yang kelihatannya tidak begitu berharga, menjadi barang dagangan yang berharga dan menghasilkan keuntungan begitu berada di tangannya. Walhasil, dalam waktu yang singkat, harta kekayaan Abdurrahman semakin banyak dan berlimpah.
Sebenarnya
rahasia kesuksesan Abdurrahman tidaklah musykil. Yang menjadikan
perniagaannya berhasil dan beroleh berkah adalah karena dia selalu
bermodal dan berdagang barang yang halal serta menjauhkan diri dari
perbuatan yang haram, bahkan syubhat. Selain itu, yang menambah
keberkahan perniagaannya adalah karena labanya tidak dia gunakan untuk
memperkaya dirinya sendiri. Meski keuntungannya diperoleh berkat
kepiawaiannya dalam berdagang, Abdurrahman tidak pernah lupa
membelanjakan sebagian hartanya di jalan Allah. Selain untuk memperkokoh
hubungan kekeluargaan serta membiayai sanak saudaranya, hartanya juga
digunakan untuk menyediakan perlengkapan yang diperlukan tentara lslam
untuk berjihad fi sabilillah.
Abdurrahman
bin Auf juga dikenal sebagai orang yang berwatak dinamis. Apabila ia
tidak sedang salat di masjid dan tidak sedang mengikuti peperangan
bersama Nabi saw., yang dia lakukan adalah mengurus perniagaannya. Dia
menjalani segala kegiatannya itu dengan sepenuh hati, sehingga hasilnya
tidak pernah mengecewakan. Tak heran, kafilah-kafilahnya yang dipenuhi
barang-barang muatan berupa gandum, tepung, minyak, pakaian,
barang-barang pecah-belah, wangi-wangian, dan segala kebutuhan penduduk
menjangkau hingga Mesir dan Syria. Meski begitu, Abdurrahman tetaplah
seorang ‘Abdurrahman”, hamba Allah yang Maha Pemurah. Dia memang seorang
konglomerat yang kaya raya karena kepiawaiannya dalam berdagang, tetapi
dia tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang hamba kepada Tuhannya.
Bahkan kepeduliannya terhadap sesama benar-benar menegaskan
kepemurahannya.
Mendengar ucapan itu, Abdurrahman bin Auf bergegas pulang dan segera kembali ke hadapan Rasulullah.
“Ya, Rasulullah, saya mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya pinjamkan kepada Allah, sisanya saya tinggalkan untuk keluarga saya,” ucap Abdurrahman’
Lalu Rasulullah mendoakannya agar diberi keberkahan oleh Allah swt.
Ketika Rasulullah saw. membutuhkan banyak dana untuk menghadapi tentara
Romawi dalam perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu
pelopor dalam menyumbangkan dana. Saat itu, jumlah dana dan tentara yanS
dibutuhkan tidak sedikit, karena jumlah tentara musuh sangat banyak’ Di
samping itu’ Madinah tengah mengalami musim panas. Perjalanan ke Tabuk
yang jauh pun menjadi perjalanan yang sangat berat dan sulit. Sementara
itu dana yang tersedia hanya sedikit. Begitu pula kendaraan tidak
mencukupi’ sampai-sampai banyak di antara kaum muslimin yang kecewa dan
sedih karena ditolak Rasulullah saw. Mereka tidak diizinkan menjadi
tentara yang akan turut berperang, sebab kendaraan untuk mereka tidak
mencukupi. Mereka yang ditolak itu kembali pulang dengan air mata
bercucuran, karena mereka juga tidak mempunyai apa-apa untuk
disumbangkan.
Mereka yang tidak
diterima itu terkenal dengan sebutan Al-Bakb’ln (Orang-orang yang
Menangis), sementara pasukan yang berangkat terkenal dengan sebutan
Jaisyul ‘Usrah (Pasukan Susah). Menghadapi situasi sulit itu, Rasulullah
mengimbau kaum muslimin yang berkecukupan agar mengorbankan harta benda
mereka untuk jihad fi sabilillah’
Maka, Rasulullah pun bertanya kepada Abdurrahman, “Adakah engkau tinggalkan uang belanja untuk keluargamu?”
“Ada, ya Rasulullah. Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik daripada yang saya sumbangkan.” jawab Abdurrahman’
“Berapa?” tanYa Rasulullah.
“Sebanyak rezeki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah.” kata Abdurrahman mantap. Mendengar jawaban Abdurrahman, lagi-lagi Rasulullah mendoakan kebaikan untuknya.
“Semoga Allah memberkatimu dan hartamu, Abdurrahman.” Demikian doa beliau.
Setelah itu, pasukan muslimin berangkat ke Tabuk. Di dalamnya terdapat Abdurrahman bin Auf, sahabat Nabi saw. yang telah merelakan dirinya di garda depan perjuangan menegakkan agama Allah serta mengikhlaskan hartanya untuk membiayai perjuangan yang memang membutuhkan biaya amat besar itu.
Pada peperangan di Tabuk
itu, Abdurrahman memperoleh kemuliaan yang belum pernah diperoleh
seorang pun dari kaum muslimin. Saat itu waktu salat sudah masuk, namun
Rasulullah belum hadir. Maka, Abdurrahman diajukan oleh para sahabat
menjadi imam untuk memimpin salat berjamaah segenap kaum muslimin yang
ada. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba. Beliau
langsung mengikuti salat, bermakmum di belakang Abdurrahman. Pengalaman
di Tabuk itu menjadi pengalaman yang luar biasa bagi Abdurrahman.
Betapa
tidak, dia menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi,
yaitu Muhammad saw. Namun, Abdurrahman tidak lantas menjadi sombong
dengan kemuliaan itu. Dia tetap Abdurrahman seperti dikenal sebelumnya:
seorang konglomerat Madinah yang pemurah. Tidak kurang, bahkan lebih.
Sekembalinya dari perang Tabuk, bisnis Abdurrahman semakin maju. Harta
kekayaannya yang hampir seluruhnya disumbangkan untuk jihad fi
sabilillah seakan-akan berebut kembali kepadanya. Rezeki yang diberikan
oleh Allah terus mengalir bagaikan aliran sungai yang deras. Abdurrahman
bin Auf pun menjadi orang terkaya di Madinah. Pernah suatu ketika,
penduduk Madinah dibuat geger oleh kafilah dagangnya yang demikian
banyak.
sumber : ceritaislami.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar